Pros and Cons of Cashless Society

Familiar with the Cashless Society? Read the pros and cons of it.

As Robert Reich once said, “There will be a time – I don’t know when I can’t give you a date – when physical money is just going to cease to exist.” …and he was right. He was, in fact, talking about The Cashless Society.

What is Cashless Society?

A cashless society describes an economic state whereby financial transactions are not conducted with money in the form of physical banknotes or coins, but rather through the transfer of digital information (usually an electronic representation of money) between the transacting parties.

Fractions of people in Indonesia are familiar with cashless transactions. As a matter of fact, most of them are dependent on it. They pay tolls with e-toll, pay for public transportation with e-money, pay parking tickets with e-wallet, shop with debit or credit cards, shop online with cashless payment methods, etc.

Furthermore, are the pros and cons of the Cashless Society.

The Pros

Practical and Efficient

The cashless life is practical and efficient. Our wallet feels like it is folded and inserted into our smartphone. From these devices, we can do many things. Moreover, now there is a QR Code technology that allows us to carry out various transactions just by scanning a smartphone. No need to bother pulling out our wallets, swiping cards, entering PIN numbers, and so on.

Countless Amount of Promotions and Discounts

Promotions and discounts are common marketing strategies. They attract consumers pretty fast. For example, OVO. OVO is a payment application. OVO currently offers a variety of promotions and discounts. Starting from discounts on Grab, to cash backs at merchants who work with OVO.

Simplify in Reviewing Transactions

At some point in our life, we certainly have ever forgotten where our expenses flow, and what it is used for. By making cashless transactions, our transactions will have traces or paper trails that can be easily traced. The trail consists of information such as the number of transactions, place, and time, which can be obtained easily. Tracking transactions are medium for us to be able to control transactions carried out so that there is no misuse and start cutting expenses when it is excessive.

The Cons

The Need for Technology Comprehension and Education

Since cashless methods are based on electronic systems, we need to have sufficient understanding and be educated with the technology used for digital transactions. The cashless system requires users to be able to use electronic devices such as ATM machines, EDC machines, or smartphones. This can be a challenge for most people who are not familiar with the technology.

Tends To Be More Wasteful

By using the cashless methods, we do not use money in physical form. This can change our shopping habits in the long term. When paying with cash, we are aware that we’re spending money because it’s physically there. But when we use cashless methods, even though we know that we have spent money, the transaction does not occur physically. This decreases our awareness and leads us to overspend.

Hesitant for Our Privacy and The Safety of Our Money

Electronic payments mean less privacy. We might trust the organizations that handle our data, and we might have nothing to hide, but our payment information could turn up in ways that are impossible to predict. Also, in a cashless society, the chance of someone draining our account is higher. We have to be smart and careful.

 

Follow the exciting journey of every COMPFEST events through our social media on Instagram @COMPFEST, Twitter @COMPFEST, and our main site http://www.compfest.id (Editorial Marketing /Diva)

Source:

Kelebihan dan Kekurangan di Dunia Cashless Society

Familiar dengan Cashless Society? Yuk, baca kelebihan dan kekurangannya!

Seperti yang pernah diungkap oleh Robert Reich, “Akan ada waktunya – Saya tidak tahu kapan, saya tidak bisa beri tanggal pastinya – saat uang fisik akan berhenti digunakan.”

Apa itu Cashless Society?

Cashless society adalah keadaan ekonomi di mana transaksi keuangan tidak dilakukan dengan uang dalam bentuk uang kertas atau koin fisik, melainkan melalui transfer informasi digital (biasanya representasi elektronik uang) antara pihak yang bertransaksi.

Sebagian kecil masyarakat di Indonesia pasti pernah bertransaksi secara cashless. Bahkan ada juga yang sudah jarang memegang uang cash. Mereka membayar toll dengan e-toll, membayar transportasi umum dengan e-money, membayar parkir dengan e-wallet, belanja dengan kartu debit ataupun kartu kredit, belanja online dengan metode pembayaran non-tunai, dan lain–lain.

Berikut adalah kelebihan dan kekurangan dari Cashless Society.

Kelebihan

Praktis dan Efisien

Hidup cashless itu praktis dan efisien. Dompet berasa seperti dilipat dan dimasukkan ke dalam smartphone. Dari perangkat tersebut kita bisa melakukan banyak hal. Apalagi sekarang sudah ada teknologi QR Code yang memungkinkan kita melakukan berbagai transaksi hanya dengan melakukan pindai smartphone saja. Tak perlu repot mengeluarkan dompet, gesek kartu, masukkan nomor PIN, dan lain sebagainya.

Promosi dan Diskon yang Berlimpah

Promosi dan diskon adalah strategi pemasaran yang umum. Hal tersebut menarik konsumen dengan cukup cepat. Contohnya adalah OVO. OVO adalah sebuah aplikasi pembayaran. Pada saat ini, OVO memiliki banyak promo dan diskon. Mulai dari diskon – diskon di Grab, sampai cashback di merchant–merchant yang bekerja sama dengan OVO.

Mempermudah dalam Meninjau Transaksi

Kita tentunya pernah lupa kemana saja arus pengeluaran kita, dan untuk apa saja uang tersebut digunakan. Dengan bertransaksi secara cashless, transaksi kita nantinya akan memiliki jejak atau paper trail yang dapat dengan mudah dilacak. Jejak tersebut memiliki informasi jumlah transaksi, tempat, dan waktu yang bisa kita dapatkan dengan mudah. Tracking ini juga menjadi sarana agar kita dapat mengontrol transaksi agar tidak ada penyalahgunaan apapun dan memangkas pengeluaran saat sudah berlebihan.

Kekurangan

Memerlukan Pemahaman dan Pengetahuan Teknologi 

Karena metode cashless berbasis pada sistem elektronik, kita perlu memiliki pemahaman dan pengetahuan yang cukup mengenai teknologi yang digunakan untuk digital transactions. Sistem cashless mewajibkan penggunanya untuk berinteraksi dan menggunakan perangkat elektronik baik berupa mesin ATM, mesin EDC, maupun smartphone. Hal ini dapat menjadi kendala bagi sebagian orang yang belum terbiasa menggunakan teknologi.

Cenderung Lebih Boros

Dengan menggunakan metode cashless, tentu kita tidak bertransaksi dengan uang secara fisik. Dengan berjalannya waktu, hal ini dapat mengubah kebiasaan pengeluaran kita. Ketika membayar dengan uang tunai, kita tentunya mengeluarkan sejumlah uang secara fisik secara sadar. Sedangkan ketika kita menggunakan metode cashless, walaupun tahu sudah mengeluarkan uang, tetapi transaksi tersebut tidak terjadi secara fisik. Hal ini dapat mengakibatkan berkurangnya kesadaran dan pemborosan uang.

Waspada dengan Privasi dan Keamanan Uang Kita

Pembayaran elektronik berarti lebih sedikit privasi. Kita mungkin percaya dengan organisasi dan perusahaan yang menangani data kita, dan kita mungkin tidak menyembunyikan apapun, tapi informasi kita dapat muncul dengan cara yang tidak terprediksi. Dan satu hal lagi, dalam cashless society ini, peluang seseorang untuk menguras uang kita lebih tinggi. Jadi, kita harus menjadi pengguna yang pintar dan berhati–hati.

Pantau terus kelanjutan acara COMPFEST melalui media sosial kami di Instagram @COMPFEST, Twitter @COMPFEST, dan situs utama kami http://www.compfest.id (Editorial Marketing/Diva)

Sumber:

FinTech, Cara Baru dalam Bertransaksi

Indonesia sedang mengalami masa transisi dari transaksi tunai menuju transaksi non-tunai dengan mengaplikasikan fintech. Melihat potensi fintech, Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN) pun menjadi salah satu pioneer dengan meluncurkan BTPN Wow! dan Jenius.

Saat ini Indonesia sedang mengalami masa transisi dari transaksi tunai menuju transaksi non-tunai. Pemerintah pun sedang menggalakkan program cashless society untuk mendukung percepatan transisi tersebut. Banyak startup yang menawarkan program transaksi non-tunai, seperti halnya mobile banking yang banyak ditawarkan oleh beberapa bank di Indonesia. Istilah seperti cashless transaction, mobile banking, uang elektronik, dan sebagainya, dapat dikategorikan sebagai fintech atau teknologi finansial. Lebih jauh lagi, apa itu fintech?

 

Dilansir dari portal-uang.com, fintech (gabungan dari kata financial dan technology) adalah suatu bentuk inovasi dalam layanan finansial. Tujuan adanya fintech  itu sendiri adalah agar gaya hidup masyarakat di dunia berubah ke arah yang lebih baik, modern, dan praktis. Fintech juga berdampak baik dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat. Di Asia Tenggara sendiri, fokus fintech adalah mengurangi kemiskinan yang dialami oleh sekitar lebih dari 600 juta orang. Manfaat fintech dalam memudahkan masyarakat juga tidak bisa dibantah seiring dengan pesatnya pertumbuhan teknologi, terutama di industri perbankan. Melihat potensi fintech sejak awal, Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN) adalah salah satu pioneer fintech di Indonesia yang terus menggali potensi fintech.

main-image.136001850

 

BTPN sendiri memiliki misi untuk menciptakan kesempatan tumbuh dan hidup yang lebih berarti bagi jutaan masyarakat Indonesia. Dengan adanya fintech, BTPN ingin mengenalkan fintech dan memberdayakan hajat hidup orang banyak melalui digital banking. Dalam melaksanakan tujuannya, BTPN meluncurkan dua produk perbankan, yaitu Jenius dan BTPN Wow!. BTPN Wow! diluncurkan agar dapat menjangkau masyarakat yang belum terlayani oleh layanan perbankan. Dalam implementasinya, BTPN Wow! memanfaatkan teknologi telepon genggam GSM agar nasabah dapat melakukan transaksi kapan saja, di mana saja, dan tanpa antri di kantor bank cabang. Nasabah pun tidak dikenai biaya bulanan serta dapat membuka tabungan tanpa saldo minimum dan setoran awal.

 

Lain BTPN Wow!, lain juga dengan Jenius. Produk ini menyasar komunitas masyarakat menengah ke atas dan diluncurkan agar masyarakat dapat mengatur, merencanakan, dan mengendalikan keuangan mereka melalui smartphone dengan aman, mudah, dan cerdas. Nasabah Jenius pun tidak perlu repot ke bank untuk membuka tabungan karena nasabah dapat membukanya melalui smartphone mereka. Jenius juga dilengkapi berbagai fitur yang terkadang jarang terdapat pada akun-akun bank konvensional, seperti fitur Split Bill (membagi tagihan ke beberapa akun), cashtag (mengganti nomor akun dengan nama unik dan mudah diingat), serta Save it (tabungan deposito yang mudah dikontrol melalui aplikasi Jenius).

 

Dimulai dengan Jenius dan BTPN Wow!, BTPN beraspirasi untuk menjadi digital bank terdepan yang terus mengenalkan masyarakat Indonesia akan cara baru mengelola uang secara digital. BTPN percaya,  digital banking akan menjadi alat yang sangat kuat untuk mendukung misi BTPN dalam mendorong hidup yang lebih berarti bagi jutaan orang Indonesia. Ikuti terus perjalanan BTPN dengan mengikuti LinkedIn page PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional. 

 

Masa Depan Pengembangan Fintech Indonesia Bersama Bapak Rudiantara

Rabu (20/09), bertempat di Main Hall Bursa Efek Jakarta, diadakanlah seminar bertajuk “Masa Depan Pengembangan Fintech di Indonesia”. Dalam seminar ini, hadir Bapak Rudiantara selaku Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia yang membawakan topik seputar pengembangan infrastrukur di Indonesia untuk mendukung pengembangan FinTech.

CompFest 9, Jakarta – Pada hari Rabu (20/09) telah diadakan Seminar “Masa Depan Pengembangan Fintech di Indoensia” bertempat di Main Hall, Bursa Efek Jakarta. Seminar ini menghadirkan 7 pembicara ahli dengan background teknologi dan finance, termasuk salah satu di antaranya Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, Bapak Rudiantara. Seminar ini terdiri dari 2 sesi, sesi pertama membahas tentang “Opportunities and Challenges in Digital Banking” dan sesi kedua membahas “The Future Financial Technology”.

Oppurtinities and Challenges in Digital Banking.

DSC01403

Seminar ini membahas tentang peluang dan tantangan yang ada di dalam digital banking, salah satunya adalah tentang financial technology. Ada 3 pembicara yang hadir yaitu Bapak Yosamartha selaku Team Head Bank Indonesia FinTech Office, Bapak Karim Siregar selaku Chief Information Officer BTPN, dan Bapak Bhima Yudhisitra Adinegara selaku Ekonom INDEF.

Seminar ini diawali dengan Pak Yosamartha yang menerangkan tentang revolusi digital yang telah ada. Digitalisasi telah merevolusi segala aspek kehidupan, dari mulai perbankan, transportasi, kuliner, belanja barang, pengiriman barang, hingga house keeping. Hal tersebut berdampak juga terhadap meningkatnya fintech, yaitu perpaduan antara teknologi dengan fitur jasa keuangan. Menjamurnya fintech didorong oleh perubahan pada muara teknologi keuangan, jika dahulu semuanya terpusat kepada bank (bank-centric), kini kebanyakan justru customer-centric. Di mana fintech dinilai sebagai sesuatu yang lebih simpel dan praktis.

Selanjutnya Pak Karim Siregar menerangkan tentang BTPN yang membagi segmentasi customer. Dengan adanya fintech belum tentu semua orang bisa menerima. Fintech cenderung lebih cocok kepada kalangan consuming class dengan peralatan teknologi yang memadai. Maka untuk dapat mengenalkan fintech pada semua kalangan, strategi BTPN ialah dengan membagi customer menjadi 2 segmen yaitu unbanked segment dan banked segment. Unbaked segment ditujukan untuk kalangan non-consuming class di mana di sini BTPN mencoba mengenalkan BTPN Wow pada masyarakat non-consuming class yang masih terisolir secara teknologi, sementara banked segment ditujukan untuk kalangan consuming class yang menuntut efektifitas.

DSC01549

Di akhir sesi, Pak Bhima menerangkan tentang “Fintech dan Ketimpangannya”. Beliau mengatakan bahwa fintech merupakan sebuah bentuk solusi dari digital banking namun bisa dibilang belum berhasil. Hal ini bisa dilihat dari ketimpangan yang terjadi antara orang kaya dan orang miskin di Indonesia. Masyarakat miskin masih memiliki krisis kredit. Penggunaan fintech yang masih membutuhkan fee untuk mendapatkannya juga membuat fintech jadi terasa mahal khususnya untuk golongan menengah ke bawah. Contohnya ada pada penggunaan e-money di mana setiap pengguna yang mau melakukan topup akan dikenakan fee atau jaminan terhadap kartu. Jika terus menerus dilakukan, hal ini cukup menguras uang. Apalagi pengguna tidak dapat refund di sembarang tempat untuk mendapatkan uang kembali.

 

 

Masa Depan Pengembangan Fintech Indonesia oleh Rudiantara

Dalam seminar kali ini, Bapak Rudiantara membawakan materi berjudul “Masa Depan Pengembangan Fintech Indonesia”. Seperti yang sudah dijelaskan oleh pembicara sebelumnya tentang fintech, menurut beliau kondisi infrastruktur teknologi informasi dan komputer merupakan dasar untuk mengembangkan fintech. Seperti yang kita tahu, bahwa akses internet di Jakarta dan Papua sangatlah berbeda. Maka dari itu, perlu dibangun sebuah inrastruktur yang baik dari segi teknologi informasi. Perlunya sebuah tol informasi yang meratakan throughput di seluruh penjuru Indonesia.

DSC01567

Selain itu, tingkat melek masyarakat terhadap teknologi juga seharusnya matang. Pembelajaran akan teknologi seharusnya ada sebagai kurikulum di SMA. Misalnya keterampilan ngoding yang dijadikan mata pelajaran wajib. Sempat terpikirkan juga oleh Pak Rudiantara untuk membuat sebuah homeschooling for coding. Targetnya adalah lulusan SMP, yang nantinya diberikan beasiswa bagi siswa tersebut agar dapat mempelajari lebih lanjut lagi bidang tersebut.

Pak Rudiantara juga mengatakan bahwa masyarakat Indonesia semestinya harus memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang ada untuk berbisnis secara online. Bisa dilihat dari 20% bisnis offline yang ada memutuskan untuk bergabung ke bisnis online. Bahkan 80% lainnya langsung mendirikan bisnis online. Hal ini terjadi karena sebenarnya terdapat banyak kesempatan yang bagus untuk mendirikan bisnis online di Indonesia.

Pmerintah juga sebenarnya memiliki target untuk meratakan 4G di Indonesia dengan menjual ponsel 4G harga miring, yaitu 400 ribu rupiah. Namun, hal ini masih terkendala oleh masalah perpajakan yang ada. Biaya layanan data 4G lebih murah dan terjangkau dibandingkan yang lain, tentunya hal tersebut dapat dinikmati oleh seluruh kalangan masyarakat. Di akhir sesi, Bapak Rudiantara sangat mendukung untuk mengembangkan fintech dengan memajukan teknologi, sebagai generasi muda kita harus bersiap untuk menerima segala bentuk perubahan.

 

 

The Future of Financial Techonology

IMG_1433

Seminar sesi kedua bertajuk “The Future of Financial Technology” ini dimulai pukul 13.00 dan diisi oleh 3 pembicara di antaranya Kak Ajisatria Sulaiman selaku Ketua Asosiasi Fintech Indonesia, Bapak Hendrikus Passagi selaku Direktur Pengawasan Fintech dari Otoritas Jasa Keuangan, dan Kak Maulana Ibrahim selaku Head of Operation at Go-Pay.

Dimulai dengan Kak Ajisatria yang menuturkan soal 98 perusahaan teknologi dan 22 lembaga keuangan yang telah menjadi anggota resmi dari FinTech Indonesia. Beliau juga menyatakan bahwa fintech berbeda dengan lembaga keuangan lain. Pembedanya adalah adanya big data. Perusahaan startup menggunakan big data untuk menganalisis transaksi pembayaran, melihat adanya risiko fraud atau penipuan. Namun, hal tesebut tidak lantas membuat fintech sebagai suatu teknologi yang tidak dapat berkoneksi dengan lembaga keuangan lainnya. Fintech memiliki koneksi ke lembaga keuangan lain melalui API (Application Programming Interface). Melalui API, startup fintech dapat melakukan pemrosesan transaksi otomatis atas suatu produk lembaga keuangan.

Selanjutnya seminar diisi oleh Bapak Hendrikus Passagi. Dalam pemberian materinya, beliau sangat mendukung adanya fintech. Pak Hendrikus menyatakan bahwa fintech memiliki banyak potensi di Indonesia. Hal itu dilihat dari banyaknya penggunaan nomor handphone di Indonesia yang menyentuh angka 360 juta nomor, melebihi jumlah penduduk Indonesia yang berjumlah 250 juta jiwa. Beliau juga menyatakan bahwa fintech juga memiliki potensi untuk mendapatkan pinjaman luar negeri yang tidak terbatas.

Topik selanjutnya adalah tentang Go-Pay, yang diisi oleh Kak Maulana Ibrahim. Beliau mengatakan bahwa saat ini, Indonesia masih dalam bagian transisi dari cash-based transaction ke cashless transaction. Sama seperti yang Pak Hendrikus sampaikan, Kak Maulana juga menyampaikan bahwa Indonesia memiliki potensi dalam bidang fintech. Antusias peserta seminar kali ini sangat terasakan dengan adanya banyak pertanyaan di akhir sesi. Seminar ini pun diakhiri dengan penyerahan plakat kepada para pembicara. Pantau terus rangkaian acara CompFest 9 melalui lini masa kami di Facebook @CompFest, Twitter @compfest, dan situs utama kami di compfest.web.id (Press/Salvira&Alan).