Masa Depan Pengembangan Fintech Indonesia Bersama Bapak Rudiantara

Rabu (20/09), bertempat di Main Hall Bursa Efek Jakarta, diadakanlah seminar bertajuk “Masa Depan Pengembangan Fintech di Indonesia”. Dalam seminar ini, hadir Bapak Rudiantara selaku Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia yang membawakan topik seputar pengembangan infrastrukur di Indonesia untuk mendukung pengembangan FinTech.

CompFest 9, Jakarta – Pada hari Rabu (20/09) telah diadakan Seminar “Masa Depan Pengembangan Fintech di Indoensia” bertempat di Main Hall, Bursa Efek Jakarta. Seminar ini menghadirkan 7 pembicara ahli dengan background teknologi dan finance, termasuk salah satu di antaranya Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, Bapak Rudiantara. Seminar ini terdiri dari 2 sesi, sesi pertama membahas tentang “Opportunities and Challenges in Digital Banking” dan sesi kedua membahas “The Future Financial Technology”.

Oppurtinities and Challenges in Digital Banking.

DSC01403

Seminar ini membahas tentang peluang dan tantangan yang ada di dalam digital banking, salah satunya adalah tentang financial technology. Ada 3 pembicara yang hadir yaitu Bapak Yosamartha selaku Team Head Bank Indonesia FinTech Office, Bapak Karim Siregar selaku Chief Information Officer BTPN, dan Bapak Bhima Yudhisitra Adinegara selaku Ekonom INDEF.

Seminar ini diawali dengan Pak Yosamartha yang menerangkan tentang revolusi digital yang telah ada. Digitalisasi telah merevolusi segala aspek kehidupan, dari mulai perbankan, transportasi, kuliner, belanja barang, pengiriman barang, hingga house keeping. Hal tersebut berdampak juga terhadap meningkatnya fintech, yaitu perpaduan antara teknologi dengan fitur jasa keuangan. Menjamurnya fintech didorong oleh perubahan pada muara teknologi keuangan, jika dahulu semuanya terpusat kepada bank (bank-centric), kini kebanyakan justru customer-centric. Di mana fintech dinilai sebagai sesuatu yang lebih simpel dan praktis.

Selanjutnya Pak Karim Siregar menerangkan tentang BTPN yang membagi segmentasi customer. Dengan adanya fintech belum tentu semua orang bisa menerima. Fintech cenderung lebih cocok kepada kalangan consuming class dengan peralatan teknologi yang memadai. Maka untuk dapat mengenalkan fintech pada semua kalangan, strategi BTPN ialah dengan membagi customer menjadi 2 segmen yaitu unbanked segment dan banked segment. Unbaked segment ditujukan untuk kalangan non-consuming class di mana di sini BTPN mencoba mengenalkan BTPN Wow pada masyarakat non-consuming class yang masih terisolir secara teknologi, sementara banked segment ditujukan untuk kalangan consuming class yang menuntut efektifitas.

DSC01549

Di akhir sesi, Pak Bhima menerangkan tentang “Fintech dan Ketimpangannya”. Beliau mengatakan bahwa fintech merupakan sebuah bentuk solusi dari digital banking namun bisa dibilang belum berhasil. Hal ini bisa dilihat dari ketimpangan yang terjadi antara orang kaya dan orang miskin di Indonesia. Masyarakat miskin masih memiliki krisis kredit. Penggunaan fintech yang masih membutuhkan fee untuk mendapatkannya juga membuat fintech jadi terasa mahal khususnya untuk golongan menengah ke bawah. Contohnya ada pada penggunaan e-money di mana setiap pengguna yang mau melakukan topup akan dikenakan fee atau jaminan terhadap kartu. Jika terus menerus dilakukan, hal ini cukup menguras uang. Apalagi pengguna tidak dapat refund di sembarang tempat untuk mendapatkan uang kembali.

 

 

Masa Depan Pengembangan Fintech Indonesia oleh Rudiantara

Dalam seminar kali ini, Bapak Rudiantara membawakan materi berjudul “Masa Depan Pengembangan Fintech Indonesia”. Seperti yang sudah dijelaskan oleh pembicara sebelumnya tentang fintech, menurut beliau kondisi infrastruktur teknologi informasi dan komputer merupakan dasar untuk mengembangkan fintech. Seperti yang kita tahu, bahwa akses internet di Jakarta dan Papua sangatlah berbeda. Maka dari itu, perlu dibangun sebuah inrastruktur yang baik dari segi teknologi informasi. Perlunya sebuah tol informasi yang meratakan throughput di seluruh penjuru Indonesia.

DSC01567

Selain itu, tingkat melek masyarakat terhadap teknologi juga seharusnya matang. Pembelajaran akan teknologi seharusnya ada sebagai kurikulum di SMA. Misalnya keterampilan ngoding yang dijadikan mata pelajaran wajib. Sempat terpikirkan juga oleh Pak Rudiantara untuk membuat sebuah homeschooling for coding. Targetnya adalah lulusan SMP, yang nantinya diberikan beasiswa bagi siswa tersebut agar dapat mempelajari lebih lanjut lagi bidang tersebut.

Pak Rudiantara juga mengatakan bahwa masyarakat Indonesia semestinya harus memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang ada untuk berbisnis secara online. Bisa dilihat dari 20% bisnis offline yang ada memutuskan untuk bergabung ke bisnis online. Bahkan 80% lainnya langsung mendirikan bisnis online. Hal ini terjadi karena sebenarnya terdapat banyak kesempatan yang bagus untuk mendirikan bisnis online di Indonesia.

Pmerintah juga sebenarnya memiliki target untuk meratakan 4G di Indonesia dengan menjual ponsel 4G harga miring, yaitu 400 ribu rupiah. Namun, hal ini masih terkendala oleh masalah perpajakan yang ada. Biaya layanan data 4G lebih murah dan terjangkau dibandingkan yang lain, tentunya hal tersebut dapat dinikmati oleh seluruh kalangan masyarakat. Di akhir sesi, Bapak Rudiantara sangat mendukung untuk mengembangkan fintech dengan memajukan teknologi, sebagai generasi muda kita harus bersiap untuk menerima segala bentuk perubahan.

 

 

The Future of Financial Techonology

IMG_1433

Seminar sesi kedua bertajuk “The Future of Financial Technology” ini dimulai pukul 13.00 dan diisi oleh 3 pembicara di antaranya Kak Ajisatria Sulaiman selaku Ketua Asosiasi Fintech Indonesia, Bapak Hendrikus Passagi selaku Direktur Pengawasan Fintech dari Otoritas Jasa Keuangan, dan Kak Maulana Ibrahim selaku Head of Operation at Go-Pay.

Dimulai dengan Kak Ajisatria yang menuturkan soal 98 perusahaan teknologi dan 22 lembaga keuangan yang telah menjadi anggota resmi dari FinTech Indonesia. Beliau juga menyatakan bahwa fintech berbeda dengan lembaga keuangan lain. Pembedanya adalah adanya big data. Perusahaan startup menggunakan big data untuk menganalisis transaksi pembayaran, melihat adanya risiko fraud atau penipuan. Namun, hal tesebut tidak lantas membuat fintech sebagai suatu teknologi yang tidak dapat berkoneksi dengan lembaga keuangan lainnya. Fintech memiliki koneksi ke lembaga keuangan lain melalui API (Application Programming Interface). Melalui API, startup fintech dapat melakukan pemrosesan transaksi otomatis atas suatu produk lembaga keuangan.

Selanjutnya seminar diisi oleh Bapak Hendrikus Passagi. Dalam pemberian materinya, beliau sangat mendukung adanya fintech. Pak Hendrikus menyatakan bahwa fintech memiliki banyak potensi di Indonesia. Hal itu dilihat dari banyaknya penggunaan nomor handphone di Indonesia yang menyentuh angka 360 juta nomor, melebihi jumlah penduduk Indonesia yang berjumlah 250 juta jiwa. Beliau juga menyatakan bahwa fintech juga memiliki potensi untuk mendapatkan pinjaman luar negeri yang tidak terbatas.

Topik selanjutnya adalah tentang Go-Pay, yang diisi oleh Kak Maulana Ibrahim. Beliau mengatakan bahwa saat ini, Indonesia masih dalam bagian transisi dari cash-based transaction ke cashless transaction. Sama seperti yang Pak Hendrikus sampaikan, Kak Maulana juga menyampaikan bahwa Indonesia memiliki potensi dalam bidang fintech. Antusias peserta seminar kali ini sangat terasakan dengan adanya banyak pertanyaan di akhir sesi. Seminar ini pun diakhiri dengan penyerahan plakat kepada para pembicara. Pantau terus rangkaian acara CompFest 9 melalui lini masa kami di Facebook @CompFest, Twitter @compfest, dan situs utama kami di compfest.web.id (Press/Salvira&Alan).

 

Leave a comment